HANG TUAH ?
Sebagai civitas akademika SMA HANG TUAH 1 SURABAYA, ironis rasanya jika kita tidak mengenal atau mengetahui siapakah hang tuah itu? Sedangkan kita dengan bangga memakai nama beliau, maka dari itu rasanya tidak terlalu naïf jika kita coba mengupas siapa sebenarnya hang tuah itu…
Hang tuah adalah salah satu ksatria perkasa dan tangguh yang muncul pada abad ke 15, muncul pada masa pemerintahan Sultan Melaka (Kerajaan Melaka bermula pada 1400-1511 ), lahir dari seorang ibu bernama Dang Merdu dengan ayah bernama Hang Mahmud. Hang tuah lahir di Kampong Sungai Duyong, Melaka kira-kira dalam tahun 1444 A.D, Pada masa mudanya, Hang Tuah beserta empat teman seperjuangannya, Hang Jebat, Hang Kasturi, Hang Lekir, dan Hang Lekiu pernah pergi berlayar dan merantau bersama-sama.. Di tengah perjalanan, mereka bertemu dan menundukkan tiga perahu yang ternyata adalah musuh Bintan dari Siantan. Kawanan tersebut tak lain adalah kaki tangan Patih Gajah Mada dari Majapahit yang ingin memperluas kekuasaan dengan merompak di Tanah Palembang. Akhirnya, lima sekawan itu diangkat menjadi abdi salah seorang pemimpin di negeri Bintan, yang dipanggil Bendahara Paduka Raja. Dari sinilah kisah perjuangan Hang Tuah yang akhirnya justru mendapat gelar laksamana dari Raja Majapahit. Dari sini hang tuah diyakini sebagai salah satu pahlawan yang ikut menorehkan sejarah besar di dalam sejarah Indonesia.
Siapa
sosok hang tuah sebenarnya sampai saat ini masih dalam kajian yang terus
ditelaah secara mendalam, beberapa sumber telah ditulis untuk menceritakan siapa hang tuah sebenarnya,
sumber – sumber tersebut antara lain : Kamus Wikipedia Melayu, Hikajat Hang
Tuah - Balai Pustaka, Jakarta (Cetakan ke-3, 1956), Litbang Kompas, www. Cerita
rakyat nusantara.com, dll.
Kajian
lain menyebutkan bahwa berdasarkan hasil kajian pakar arkeologi, pakar sejarah dari Amerika,
Inggris, Jerman, Rusia dan Kanada
terbaru menyebutkan bahwa secara etnis hang
tuah bukan
berasal dari bangsa Melayu, melainkan dari China. Hang Tuah dan kawan-kawannya
dikirim oleh Kaisar China sebagai bentuk kerjasama persahabatan dengan
kesultanan Malaka dalam rangka menghambat agresi dari Kesultanan Siam (sekarang
Thailand). Argumentasi ini di kuatkan dengan ‘klaim’ bahwa Hang Tuah dan teman-temannya adalah
dari ras China, antara lain menyebutkan bahwa mereka berlima pernah menjalani
masa untuk mempelajari bahasa dan adat istiadat Melayu. Argumentasi lainnya
adalah soal penamaan ‘Hang’ yang dalam budaya Melayu tidak lazim dipakai. Nama
‘Hang’ yang diletakkan di depan (sebagai surname) sepadan dengan cara
penamaan dalam budaya China sebagai nama marga yang dalam hal ini dilafalkan
dengan ‘Han’. Hipotesa yang dikembangkan Hang Tuah ditengarai sebagai
pemelayuan dari nama Han Too Ah, Hang Jebat dari Han Tze Fat, Hang Lekir dari
Han Lee Kie dan sebagainya.
Hipotesa ini memang diperkuat dengan fakta sejarah bahwa Sultan Mahmud Syah menikahi putri kaisar Tiongkok bernama Han Li Po pada masa itu. Penganugerahan putri kaisar Han Li Po ini memang merupakan strategi kekaisaran China di masa itu untuk mengekalkan silaturahim antara dua kerajaan. Bersamaan dengan kedatangan putri Han Li Po, Hang Tuah dan kawan-kawannya ikut bergabung sebagai ‘penasehat militer’ di kesultanan Malaka. Kisah kehidupan Hang Tuah memang sarat dengan legenda sehingga melahirkan banyak hikayat. Dalam cerita sejarah pun kita pernah membaca bahwa Hang Tuah pernah difitnah telah berbuat serong dengan salah seorang selir Sultan. Dia dijatuhi hukuman mati namun nyawanya diselamatkan oleh Bendahara (semacam perdana menteri) dengan menyembunyikannya di tempat terpencil. Konon Hang Jebat setelah mendengar bahwa sahabat kentalnya dari kecil dihukum mati, menjadi sangat murka dan membunuh siapa saja dalam lingkaran kesultanan itu. Sultan pun ikut kewalahan dan terpaksa menyingkir menghadapi Hang Jebat yang memberontak membabi-buta. Hikayat ini selanjutnya menuturkan dalam kekalutan ini, Bendahara akhirnya mengakui kepada Sultan bahwa sesungguhnya Hang Tuah masih hidup dalam persembunyian dan mengusulkan kepada sultan agar memaafkan dan menerima kembali Hang Tuah guna menaklukkan Hang Jebat. Sultan menerima saran ini dan setelah bertempur selama delapan hari, Hang Tuah dapat menaklukkan Hang Jebat yang angkara murka. Hang Tuah tetap berbakti sampai hari tuanya dan makamnya di Tanjung Kling, Malaka masih bisa dikunjungi sampai kini.